Jumat, 09 April 2010

Homo Ludens

Sebagai homo ludens manusia secara alamiah memiliki kebutuhan untuk bermain. tanpa bermain, memainkan permainan manusia tidak akan hidup, tidak bersemangat, akan mati. Secara naluriah manusia butuh permainan, butuh sesuatu untuk dimainkan, manusia butuh mainan. Manusia, dari semenjak lahir, bayi, batita, balita, anak-anak, remaja, lalu dewasa hingga manula membutuhkan permainan untuk dimainkan, manusia membutuhkan mainan.
Ketika timbul pemikiran keliru yang menyesatkan bahwa mainan hanya untuk anak-anak, matilah kreatifitas. Naluri alamiah manusia telah terbunuh, sebagai hasilnya adalah manusia kering yang tidak berjiwa. Manusia yang naluri bermainnya telah dibunuh akan membunuh manusia lainnya, secara tidak manusiawi.
Tidakkah kita melihatnya pada saat ini? Manusia melakukan kerusakan di muka bumi karena telah kehilangan penyaluran hasrat bermainnya yang manusiawi?
Karena secara manusiawi manusia memiliki kebutuhan untuk bermain, dan kebutuhan ini harus disalurkan dengan benar dan alamiah, dan bila ini tidak terjadi kerusakan sebagai hasilnya.
Permainan secara fisik disalurkan lewat olah-raga, suatu penyaluran yang naluriah, sangat mendasar, secara fisik, naluri yang juga dimiliki oleh mahluk tidak berakal seperti hewan. Beda berolah-raga manusia dengan hewan terletak pada peraturan yang harus ditaati oleh para pemain, dengan sportivitas. Yang membuat manusia beradab adalah kepatuhan pada aturan, itu juga yang membuat ala mini selaras dalam harmoni, berjalan sesuai aturan, even hewan yang tidak dianugerahi akal mengikuti atuaran alam dengan nalurinya. Ketidak patuhan akan aturan yang berlaku hanya bisa dilakukan oleh manusia yang secara paradoks memiliki akal. Dengan paduan maut akal dan hasrat (nafsu, yang sering tidak terkendalikan) manusia memiliki ide untuk tidak patuh pada aturan alam dan aturan yang dibuatnya sendiri.
Bermain secara alamiah adalah bermain seperti anak-anak, bermain untuk pertumbuhan, untuk belajar, dengan kreativitas. Sayangnya bermain oleh sebagian manusia ‘berakal’ disegel hanya khusus untuk anak-anak. Manusia dewasa tidak bermain, tidak bermain seperti anak-anak.
Dari pengingkaran ini petaka mulai terjadi, pada dasarnya manusia butuh bermain. manusia dewasa secara tidak sadar bermain dalam aktivitas dewasanya, namun dengan menanggalkan aturan bermain anak-anak yang alamiah dan sportif. Manusia dewasa secara tidak sadar terus bermain namun bermain dengan tidak sportif, tidak alamiah, tidak sejalan dengan alam, tidak mengikuti aturan alam.
Manusia dewasa yang ‘berakal’ merasa pintar dengan pemikirannya sendiri dan merasa tiadak cocok dengan aturan yang lama, yang telah ada. Merasa pemikirannya lebih baik lebih pintar dari aturan alam semesta, lalu diciptakan aturan manusia dewasa.
Permainan manusia dewasa kekuasaan. Harta dan tahta.
Siapa yang paling berkuasa itulah yang menang! Itulah permainan manusia dewasa. Penguasaan atas harta dan tahta, kuasa atas manusia yang lain, dominasi atas manusia dan mahluk lainnya di muka dunia bila mungkin semesta!
Tidak perlu diuraikan proses yang terjadi, cukup lihat apa yang terjadi!
Hasil dari permainan manusia dewasa adalah kerusakan pada dunia ini…
Permainan yang tidak didasarkan pada aturan alam yang baku, tetapi didasarkan pada hasrat kekuasaan yang tidak akan pernah terpuaskan.
Sampai kapanpun manusia secara naluriah butuh untuk bermain, maka janganlah naluri alamiah ini dibunuh, dihilangkan atau diabaikan. Kembalilah untuk bermain secara alamiah dengan menggunakan naluri mengikuti harmoni.
So marilah kita (kembali) ’bermain’ dengan sportif....